Tengah ku persiapkan segalanya untuk membuat kau bungah dan berbangga terhadapku, bu likmu. Aku sudah tak sabar untuk dekat-dekat denganmu. Berinteraksi dengan mata, tutur bahasa dan tubuh mungilmu yang asik berlarian kesana kemari.
Banyu.., Rinduku ini sudah menggunung. Tak ingin ku lewatkan kesempatan
itu, yaitu menyaksikan hari dimana kau sedang tumbuh dengan riang. Gigi-gigimu,
rambutmu, tulang-tulangmu, kefasehan bicaramu yang terus mengalami
perkembangan, semua akan ku rekam lekat-lekat. Dalam bungkus ikatan kita. Segera...segera...
Aku ingin mengajakmu jalan-jalan dengan tanganmu ada di genggamanku. Kita
akan bernyanyi-nyanyi sepanjang jalan ya.., boleh juga sambil berjoget. Dulu,
waktu kamu berkunjung ke rumah “Eyang Hadad”, begitu panggilanmu pada eyang
Sakhad, aku masih ingat lagu yang selalu kamu minta setiap pagi, yaitu Kodok Ngorek.
Kamu minta “eyang Hadad” menyanyikan lagu kodok ngorek diiringi suara kendang
yang berasal dari kaleng biskuit. Pastinya dengan senang hati sang eyang berdendang
untukmu, “Kodok ngorek, kodok ngorek, ngorek pinggir kali... Teot teblung3x...”.
Kamu memperhatikan “eyang Hadad” dengan seksama. Terpana. Lalu buru-buru
mengikutinya, “Odok oyek, odok oyek...”, ah lucu sekali...mmuah! Suaramu
lantang. Kamu tumbuh sebagai manusia merdeka. Bernyanyi tanpa menghiraukan
nada, artikulasi, ritme, apalagi penonton (karena gak ada penonton,hehe)..
Pokoknya suka-suka kamu. Disitulah aku ingin memelukmu, tapi kamu tak mau..hiks...
Yang jarang kulihat adalah ayah bernyanyi dengan wajah sumringah. Kamulah
Banyu, yang telah membuat ayahku (eyang Hadad) memunculkan bakat seninya
kembali. Seni bernyanyi, seni mendongeng. Aku pernah dinyanyikan dan
didongenginya dulu. Dulu sekali. Mungkin sejak seusia kamu sampai aku TK.
Beberapa dongeng masih ku hafal. Gaya berceritanya juga masih terekam dalam
ingatan. Itu indah sekali, Banyu. Indah!
Besok menyanyi denganku ya Banyu...
Mendongeng denganku...
Jakarta, 5 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar