Rabu, 11 Februari 2015

Mengada


Dalam sebuah seminar nasional "Change Your Self, Change The World
Belajar dari seorang cerdik yang menghanyut dengan terapung. Kurang lebih begitu ungkapan yang mewakili pengalamanku terhadap Pak Zamah, wakil rektor di salah satu kampus swasta. Darinya aku mengerti makna komunikasi. Darinya aku belajar mengintegrasi dengan berbagai kondisi.

Istilah menghanyut dengan terapung kutujukan pada seorang yang mempu mengikuti perkembangan zaman namun tidak tenggelam. Ia tidak melawan (karena menentang arus zaman adalah mustahil), lalu dengan kecerdikannya Ia bisa mensiasati marabahaya. Menyulap kengerian menjadi keasyikan. Membalik ketakutan menjadi kenikmatan. Terus saja orang seperti ini menghanyut sambil bersenang-senang. Karena dalam arus yang deras Ia hanya terbaring, sesekali terduduk diatas perahu karet. Tidak basah. Tidak tenggelam. Hanyut. Senang.

Aku melihat pak Zamah sebagai orang yang "senang" itu. Menikmati arus tapi tidak pernah kehilangan dirinya. Ia adalah orang yang sadar zaman. Tidak melulu bangga dengan masa lalu, tapi tidak juga melupakannya karena telah datang yang baru.

Naif kalau kita terus-terusan berbangga dengan yang lalu. Padahal kita hidup kini dan disini. Ini arus sudah sampai 2015. Apa yang bisa kamu lakukan? Bukan lagi sekedar apa yang bisa kamu kenangkan. Oh kawan, mengada memang tak mudah. Kesadaran saja tak cukup. Kamu harus terapung. Bukan terasing.

Wakil rektor kelahiran Padang ini selalu mengada di setiap perubahan. Ia adalah pembelajar yang gigih. Dan yang terpenting: rendah hati. Dengan kerendah hatian inilah pengetahuan merasuk ke dalam jiwanya. Berkembang dan terus berkembang.

Di usianya yang mendekati setengah abad, ayah dari dua anak tersebut tak sungkan-sungkan untuk belajar pada mahasiswanya, menggali informasi dari siapa saja, dan mau menerima kritik dengan lapang dada. Hasilnya, dalam kacamataku, dia adalah seorang akademisi yang super uptodate. Kecepatannya untuk menyesuaikan diri melesat cepat.

Sebagai anak muda, aku kerap kali mencemburui pak Zamah. Yang tak pernah merasa tua kemudian beranggapan dirinya berhak untuk tertinggal. Yang selalu bertanya dan ambil peran memanfaatkan teknologi untuk kebaikan. Yang merasa kurang PD jika berkomunikasi tanpa mengenal identitas orang yang diajak komunikasi. Sementara aku sering berlindung di bawah alasan yang dibuat-buat. Berharap dimaklumi jika tertinggal, dengan alasan "aku kan dari kampung", "aku tidak bersahabat dengan teknologi", "aku ini, aku itu..". Banyak alasan... Jika demikian berarti aku tua sebelum waktunya. Oh tidaaak...

Di hampir setiap pertemuan, pak Zamah selalu berusaha membagi informasi teranyar yang Ia dapat. Ia ingin orang-orang di sekitarnya ikut mengada. Tidak terasing dengan kekinian. "Jika kini adalah eranya teknologi komunikasi, maka kita harus ambil bagian! Memanfaatkan kemajuan" katanya.

Lebih ekstrim lagi laki- laki berkulit  putih langsat ini pernah menghimbau mahasiswa yang belum punya akun facebook dan twiter untuk segera membuatnya. "Mari gunakan sosial media sebagai penebar kebaikan! Yang belum punya akun, harus punya" terangnya. Begitulah cara Ia membuat orang-orang sekitarnya mengada. Hidup di zamannya. Ia sendiri aktif di beberapa akun sosmed. Tak mau berlindung di bawah bayang-bayang masa lalu juga tak berkenan menjadikan usia sebagai alasan untuk berhenti belajar.

Dekat dengan anak muda


Dekat dengan keluarga
 

Mari mengada... menghanyut dengan terapung,
JKT, 11 Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar