Selasa, 19 Mei 2015

Go To Malang, Menyerobot Tempat Penumpang

(14 Mei 2015) Untuk menemui arek Malang ganteng, ponakanku, Mata Banyu Bening. Hari-hari yang aku hitung tuntas sudah. Dengan segenap rindu yang tertahan, kaki ini mulai melangkah, mendekat dan semakin mendekat pada kelucuan dan kemurnian jiwamu, Banyu. Aku bahagia melakukan perjalanan ini. Waktu dan lelah tak seberapa untuk membayar pertemuan yang teramat mahal dan berharga bagiku. Dari stasiun Senen, dadaku sudah berdebar-debar. Perasaan senang ini melebihi senangnya saat wisuda atau menang kompetisi.

Stay dengan segala perlengkapan yang dibutuhkan

Menanti kereta Majapahit jurusan Senen-Malang
PT KAI terus meningkatkan pelayanan, saya pun jadi betah di kereta

Tepat pukul 18.30 Wib kereta Majapahit yang akan mengantarku pada tujuan Malang berangkat. Puas rasanya mendapat pelayanan prima; kereta bersih, rapi, dan berangkat tepat waktu. Meski dalam hati sempat bertanya-tanya, apa yang dikerjakan para pedagang kecil sekarang? Pedagang yang dulu bebas berlalu lalang di dalam kereta menjajakan jualannya. Pedagang yang dulu suaranya lebih lantang dari suara kereta itu sendiri. Mereka saling berteriak menawarkan dagangannya, bersaing dengan suara pengamen yang jumlahnya tak terhitung. Begitulah kondisi kereta ekonomi beberapa tahun lalu. Sekarang semua berubah. Kereta ekonomi sudah pakai AC, masuk peron hanya diperkenankan bagi yang sudah memegang tiket dan KTP. Petugas keamanan siaga di tiap sudut. Dan Entah kemana para pedagang kecil itu kini mencari nafkah. Baiklah, kita simpan dulu cerita tentang kondisi kereta ini. Kita nikmati perjalanan...

Dalam perjalananku kali ini, cerita yang menggelikan adalah saat aku menguasai tempat duduk penumpang disebelahku untuk tidur. Aku sendiri mendapat tempat duduk di gerbong I no. 17 B. Tau kan posisi tempat duduk kereta api ekonomi? Satu deret tempat duduk untuk kapasitas 2 penumpang. Posisi posisi penumpang berhadap-hadapan arah depan dan belakang, jadi ada 2 deret tempat duduk yang berhadapan, satu deret terdiri dari 2 penumpang. Kebetulan waktu itu deretanku dan deretan didepanku penuh, semuanya 4 penumpang denganku. Aku duduk di deretan depan bersebelahan dengan satu penumpang laki-laki yang tidak ku kenal. Di hadapanku 2 perempuan yang juga tidak aku kenal. Kami hanya ngobrol basa-basi untuk mencairkan suasana.

Hingga saat malam semakin larut kantukku pun tak tertahan. Aku menyewa bantal seharga 5 ribu. Lumayan buat mengganjal kepalaku yang suka terbentur-bentur ke dinding kereta. Lebih menggembirakan lagi penumpang di sebelahku beranjak dari tempat duduk (entah ke toilet atau sekedar merokok di pintu keluar). Pikiran cerdikku pun muncul, "ingin meluruskan kaki dan badan, tidur sambil selonjoran memakan tempat penumpang yang sedang ke belakang". Nyatanya keinginan itu pun aku wujudkan. Niat hati hanya beberapa menit saja selagi orang itu ke belakang. Namun yang terjadi aku tidur entah berapa jam. Enak saja dengan meletakan bantal di ujung tempat duduk orang lain (Mudah-mudahan aku tidak ngorok). 

Lalu saat dini hari terbangun (sekitar pukul 03.00 Wib), aku dapati penumpang sebelahku yang tadi ke belakang tengah tidur dengan posisi duduk di lantai dengan tangan memeluk kedua lututnya dan kepala yang dibenamkan ke kedua lututnya tersebut. Oh...miris sekali, aku kaget, ternyata aku telah mengambil hak penumpang lain. Dia bayar tiket, dia pun punya tujuan ingin pulang kampung,tapi tidak mendapatkan tempat duduk karena tempat duduknya aku gunakan untuk slonjoran. Aku merasa bersalah sekaligus ingin tertawa. Mungkin orang tersebut tak tega membangunkanku dan memilih duduk di lantai.

Aku segera membangunkan penumpang tersebut dan menyilahkannya untuk kembali menempati tempat duduknya. Ah tapi kali ini perasaan bersalahku semakin menjadi, karena ternyata tinggal beberapa menit lagi penumpang tersebut akan mengakhiri perjalanannya, yaitu di stasiun Balapan Solo. Good Bye.., terimakasih telah tidak membangunkanku saat aku nyaman terlelap..hehe (Penumpang tak tau diri!hii...).

Tepat pukul 09.30 Wib sampailah aku di stasiun Kepanjen (Malang). Sebenarnya tujuan akhir yang tertera di tiketku adalah stasiun Malang, tapi kakaku menyarankan untuk turun di Kepanjen, aku pun menuruti sarannya (Kepanjen lebih dekat dari rumah kakaku). Di stasiun Kepanjen kakaku alias ayahnya Banyu sudah standby menyambut kedatanganku. Aku menyalaminya, dan tak lupa mencetak tiket kepulangan. Rasa syukur tiada terperi, karena tak kuirang dari 1 jam lagi aku akan mencium pipi ponakan dan memeluknya.

Bahagianya....
Mata Banyu Bening jatuh juga di pelukanku...
Banyu di halaman rumahnya, Codok, Malang









Tidak ada komentar:

Posting Komentar