Jumat, 29 Mei 2015

Jaman Momong

Di Widara Payung, Pantai Selatan Jawa, kami pernah meninggalkan jejak-jejak kegembiraan disana. Sederhana saja, dengan tiket tak lebih dari lima ribu.







Rabu, 27 Mei 2015

Donatur Kopi


Kopi dari donatur
Karena jujurlah rizki jadi melimpah. Ceritanya kan aku suka jujur ke orang-orang tuh bahwa aku suka kopi item. Dan menyenangkan sekali, kejujuran itu berbuah pada "kalau mereka punya stok kopi item, secara otomatis mereka pun ingat aku". Cuma inget?? Ya gak asik lah kalau cuma inget. Tapi jadi ingin mempersembahkan juga (pake bahasa mempersembahkan untuk menyamarkan kata "ngasih"). Lalu pastinya aku jadi berbunga-bunga,berseri-seri, alhamdulillah sekali.

Kali ini donatur kopi itu adalah temenku, Novi, dan saudaraku, mba Rusmiyati. Berkat kedermawanan mereka, untuk beberapa waktu ini aku bisa menikmati kopi gratis (tapi gulanya beli lho..., gasnya beli lho..., gak semua-muanya gratis). Sudah berminggu-minggu gak habis-habis nih.. Awet. Terimakasih berat pokoknya untuk para donatur. Ehmm... kode..., hahaa..

Ngomong-ngomong soal kopi pasti penggemarnya bukan aku saja. Di keluarga besarku sendiri ada komunitasnya. Sebut saja Lik Yati, tanteku yang wonder women ini dulu suka ngopi bareng aku di pedangan lik Sus. Tapi kopi tanpa pendamping akan merana kesepian. Lalu dicarilah mendoan atau pisang goreng anget untuk menemani. Pasangan serasi! Seru....

Selasa, 26 Mei 2015

Sindrom Cinderella

Jadikan setiap orang adalah guru, setiap tempat adalah sekolah (Farida Hariyati). Perempuan kelahiran Purworejo ini menasehati saya untuk "effort" dalam segala hal; belajar, bahkan mencari jodoh. Jangan sampai terkena sindrom Cinderella kompleks, yaitu perempuan yang mengalami banyak penderitaan kemudian berharap ada pangeran atau keberuntungan yang tiba-tiba datang  menghampiri. "It's reality, no drama!".



Oleh-oleh?

Oleh-oleh apa yang cocok buat ponakan dan bapak ibunya? Cokelat? Kue tart? Manisan? Balon? 
Dwi Setyowati punya jawaban lain untuk kebingungan yang satu ini.

Oleh-oleh adalah tanda cinta, bentuk kasih sayang, persaudaraan atau persahabatan. Oleh-oleh itu tidak wajib tapi menjadi kepantasan bagi yang mampu. Oleh-oleh adalah media komunikasi bagi teman atau keluarga yang saling mengunjungi. Oleh-oleh adalah penanda, penanda bahwa sang pembawa oleh-oleh ingat pada seseorang yang ditinggalkannya saat bepergian ke tempat lain. Oleh-oleh adalah tradisi yang baik. Oleh-oleh adalah ekspresi simpati. Maka jika memungkinkan dan sanggup, aku ingin membawakan oleh-oleh saat datang ke tempat saudara atau teman.

Inilah oleh-oleh Dwi Setyowati unutk bapak/ibunya ponakan, Mata Banyu Bening. Mudah-mudahan oleh-oleh ini punya nilai manfaat jangka panjang...

Senin, 25 Mei 2015

Udara Pagi Desa Gumati

(23/5)Jalan sehat with sahabat, Indah Novianti. Segarnya udara pagi desa Gumati-Bogor...lalala...

Minggu, 24 Mei 2015

Bersama Ponakan Ganteng

(15/5) Senangnya... Kerinduanku disambut sangat hangat. Banyu, ponakan yang belum genap 
berusia 3 tahun itu tak perlu waktu lama untukberadaptasi dengan bibinya. Ia cepat dekat.
Ia begitu memikat. Bahkan, aih...GR nya bibi manis ini saat malam pertama tidur di rumah barunya.
Rupanya Banyu yang sudah kuantarkan tidur itu memanggilmanggilku ketika kutinggalkan 
Ia di kamarnya. Padahal ibunya ada di hadapannya. Hemm...aku pun kembali hadir di sampingnya, mempuk-puk tubuhnya agar segera kembali terpejam.

Selasa, 19 Mei 2015

Go To Malang, Menyerobot Tempat Penumpang

(14 Mei 2015) Untuk menemui arek Malang ganteng, ponakanku, Mata Banyu Bening. Hari-hari yang aku hitung tuntas sudah. Dengan segenap rindu yang tertahan, kaki ini mulai melangkah, mendekat dan semakin mendekat pada kelucuan dan kemurnian jiwamu, Banyu. Aku bahagia melakukan perjalanan ini. Waktu dan lelah tak seberapa untuk membayar pertemuan yang teramat mahal dan berharga bagiku. Dari stasiun Senen, dadaku sudah berdebar-debar. Perasaan senang ini melebihi senangnya saat wisuda atau menang kompetisi.

Stay dengan segala perlengkapan yang dibutuhkan

Senin, 04 Mei 2015

Bukan Arogan dan Kesia-siaan

Semoga sehat dan baik mereka disana. Tak kurang suatu apa. Ekspektasi seorang anak yang gelisah dalam belajar. Belajar menjadi manusia bijak dan penuh cinta. Bijak dengan menyerap pengetahuan yang tercecer dimana-mana. Penuh cinta sehingga mampu mencintai dengan ketulusan terdalam. Meski aku sadar, semua itu terlampau agung untuk kumiliki “cinta dan bijaksana”.

Cinta yang menjaga pikiran kita untuk berpikir positif. Bijaksana yang mengantar prilaku kita untuk bertindak guna. Bukan arogan dan kesia-siaan. 



Minggu, 03 Mei 2015

Rumah Virtual

Pulang ke rumah virtual. Meski masih sepi, tapi kunikmati. Inilah rumah baru yang sedang kuisi dengan berbagai nyanyian dan tarian yang sedikit serampangan. Tak apa kalau temboknya masih betapa sederhana. Boro-boro dikasih cat warna-warni, lukisan-lukisan menawan apalagi! Sekedar jam dinding tua juga belum punya. Tapi aku mulai nyaman dan rindu kalau melanglang terlalu lama tanpa menengoknya pulang. Rumah ini masih sangat baru dan aku ingin terus merias dan mengisinya semenarik juga seberguna mungkin. Untukku dan untuk teman-teman yang berkunjung. 

Jumat, 01 Mei 2015

Tidak Perlu Secapek itu

Pelajaran dari bu lik: Mungkin beberapa menampakan diri seputih merpati tapi berlaku selicin ular. Di hari buruh inilah saya memahami bahwa sangat tidak menguntungkannya ketika orang kecil harus berhadap-hadapan dengan orang kecil. Seolah-olah hidup ini adalah pertarungan yang saling melukai, bahkan membunuh. Padahal untuk bertahan hidup tidak perlu secapek itu. Cukup saling membantu, saling meringankan. Seperti kau melempar bola lalu memantul, begitu juga saat kau melempar kebaikan akan memantul. Percayalah...kalau orang yang kau baiki tidak memantulkan balik, Tuhan yang akan memantulkan.
 
Mey day 2015