Minggu, 22 November 2015

Benarkah Mengalir Seperti Air?


Filosofi Hidup mengalir seperti air mungkin perlu dipertanyakan ulang. Bagaimana mungkin manusia yang punya potensi akal dan nurani akan berjalan begitu saja seperti hukum air yang pasrah terhadap ruang. "Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah". Begitu  terus. Sampai akhirnya nanti air akan tergenang ketika tidak ada tempat yang lebih rendah untuk mengalir. Air akan berhenti. Bagaimana manusia??
Tuhan memang eksekutor yang tidak bisa diganggu gugat. Tapi Tuhan tidak tuli, Tuhan tidak buta. Maka Ia mendengar do'a hamba-hamba-Nya, Ia melihat apa-apa yang diusahakan hambanya. Kalau kita tidak berdo'a, tidak pula berusaha, sama artinya kita menginginkan Tuhan memperlakukan kita seperti apa yang kita lakukan itu. Tapi kalau kita terus-terusan meminta, bagaimana mungkin tidak didengar? Kalau kita terus-terusan berusaha, bagaimana mungkin tidak dilihat? Maka buatlah saluran, buatlah aliran. Buatlah strategi agar kita bisa mengalir dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi. Sekeras-kerasnya memang kita haruslah berusaha, menunjukan kesungguhan. Tuhanpun tidak akan pernah lengah. Ia teliti. Dan keputusannya sudah pasti adil.

Mengalir seperti air merupakan tanda manusia menikmati hidup?

Menikmati hidup bukan berarti menghindari kerja keras. Menikmati hidup bukan berarti bersikap masa bodoh. Dan menikmati hidup bukan berarti hanya tau kesenangan sendiri tanpa pernah mengusahakan kesenangan untuk orang lain. Karena hidup tetap bisa dinikmati dalam kerja keras, dalam kelelahan, bahkan kesakitan sekalipun! -Tidak setiap orang santai bisa menikmati hidupnya-

Mengalir seperti air hanya berlaku setelah kita berusaha melakukan dan menjadi yang terbaik. Setelah kehendak dan kuasa Tuhan tidak lagi bisa dibantah, tidak lagi bisa ditawar. Ya, kita mengalir, hanyut dalam kepasrahan yang manis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar