Selasa, 26 April 2016

Cinta dan Kemerdekaan

Periksalah dulu hatimu untuk menilik esensi cinta. Jangan terburu-buru membanggakan diri sebagai pecinta yang maha. Karena mencintai bukan melulu soal menentukan cara. Ada banyak hal yang perlu diserap dari apa yang akan kita beri cinta. Soal kemerdekaan yang kita cinta, soal pilihannya dan soal kebahagiaannya tentu.

Tergila merasa pemberi yang bijak. Padahal cinta setengah memaksa juga menindas. Memaksakan kehendak kita, menindas kebebasan orang yang bisa jadi tak memerlukan segala perlakuan atas nama cinta. Kita patut bersedih, telah menjadikan seseorang obyek. Kenapa kita mesti membuatkan standar untuknya, kenapa kita mesti menentukan jalur pendakian padanya. Ia pasti akan kebingungan atau kesakitan untuk tidak menjadi dirinya. Untuk tidak menentukan pilihannya. Kita terlalu kejam. Bahkan Tuhan pun hanya memberi pilihan, tidak memaksa! Kenapa kita.

Cintailah apa sebagaimana adanya. Bedakan antara gairah dan ambisi. Gairah bisa menyuburkan, tapi ambisi seketika mematikan. Cinta itu memberi, bukan menguasai. Memberi itu dengan hati, bukan melukai. hati itu cahaya. Cahaya hati akan terang dengan ketulusan, dan otomatis redup oleh keculasan. Jika cinta adalah soal menguasai, maka cinta telah kehilangan konsepsinya sebagai yang mendamaikan. Bukan, itu bukan cinta. Itu hanyalah ego yang berjubah cinta-cinta imitasi.

Kalau kau mencintai seseorang, biarkan Ia tumbuh menjadi pribadinya. Membiarkan bukan bermakna tidak peduli. Kita tetap harus merawat, mengawasi dan memberi nutrisi. Sama seperti kau mencintai pohon rambutan di halaman rumahmu, tentu kau tidak akan gila mempunyai keinginan merubahnya jadi pohon durian. Meski demikian agar pertumbuhannya baik, terjaga dan bermanfaat, kita harus merawat; menyirami, memberi pupuk dan menjaganya. Indah bukan. Kita berperan sesuai porsi sebagai yang mencinta. Tapi kalaulah merawat dianggap sebagai mengekang, mungkin karena yang dicinta terlalu ketakutan, tidak memahami ada orang yang ingin mendukung pertumbuhan pribadinya.

Tetap tak boleh memaksa. Meski seribu persen yakin apa yang kita lakukan terhadap seseorang itu baik, Ia tetaplah punya hak memilih. Kita tak punya alasan untuk membenci orang yang menolak kebaikan versi kita. Teruslah tebar apa yang kamu yakini baik. Merdekakanlah orang dengan cintamu. Biar kemerdekaan mereka yang akan menemukan jalannya. Ibrahim yang merdeka telah menemukan Tuhan, ilmuan yang merdeka telah membuat penemuan-penemuan dalam ilmu pengetahuan dan kemajuan, Muhammad yang merdeka tetap bahagia dengan ancaman-ancaman terhadapnya. Hanya saja Fir'aun tersesat dalam kemerdekaannya. Atau Fir'aun tidak merdeka karena telah dikuasai ambisinya dan menjadi budak atas kesombongannya sendiri.

Batavia, Tidak Ada Patah Hati, 27 April 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar