Selasa, 21 April 2015

Gagal Lupa

Beberapa tahun terakhir aku berusaha melupakan hari lahirku. Hari lahir yang bertepatan dengan hari lahir tokoh emansipasi perempuan di Indonesia, R.A. Kartini. Namun usaha itu selalu gagal. Karena entah teman-teman punya kesan apa terhadapku, sehingga beberapa dari mereka selalu mengingat hari lahirku dan mengucapkan selamat. Dengan begitu aku pun jadi ikut mengingat. Ditambah-tambah media juga tak ketinggalan memblow up perayaan hari Kartini di beberapa daerah.

Kenapa aku ingin melupakan?

Pertama, karena hari lahirku yang selalu diperingati oleh masyarakat Indonesia (sebenarnya yang diperingati hari Kartininya), ternyata memberi sedikit rasa bangga padaku. Bagaimana tidak? Kartini adalah salah satu tokoh perempuan yang sangat inspiratif, dia adalah pendobrak keterbelakangan perempuan di tanah air. Maka terkadang aku lupa daratan, mengidentikan diriku dengan Kartini—hanya karena lahir di hari, tanggal dan bulan yang sama. Menurutku ini adalah kebanggaan yang naïf dan norak. Karena tidak ada korelasi antara hari lahir seseorang dengan karya-karya dalam hidupnya. Kalau pun suatu saat aku bisa seperti Kartini tentu itu bukan karena hari lahirku sama dengan dia. Melainkan karena upaya dan kemauan belajarku yang keras.

Kedua, aku ingin selalu “on” dalam kesadaran. Sadar bahwa perayaan itu hanyalah ritual belaka. Dia menghadirkan huru-hara dan kegembiraan yang sesaat. Seolah-olah kebahagiaan dan perhatian teman-teman/saudara itu hanya terjadi dalam sehari saja. Padahal ada ratusan hari dalam setahun. Jika demikian, setelah sehari berlalu, hadirlah kembali kehampaan-kehampaan di hari yang lain (Beginilah kalau kita terjebak dalam perayaan). Lalu kapan kita akan bahagia lagi? Haruskah menunggu hari lahir kita setahun lagi? Oh No…! Maka, jika ingin memperhatikan seseorang, memberi hadiah, kejutan, ataupun kasih sayang, berikanlah setiap hari, sepanjang waktu.  Itulah kesejatian.
R.A. Kartini



Dwi Setyowati
 Mereka berdua beda kan? Ha..ha.. (jelas!!)

Tapi…bagaimana pun aku tetap berterimakasih kepada semua yang mengekspresikan cintanya, di hari lahirku dan hari-hari yang lain. Semalam sebenarnya aku sudah hampir lupa dengan hari ini. Namun tiba-tiba datang sms dari sepupuku, Atik, katanya ia ingin mengucapkan selamat lebih dulu walaupun hari lahirku jatuh esok hari, yaitu setelah jam bergeser ke angka 12 malam tadi. Lalu ada Bunda Evi, aku suka beli pulsa ke dia, dan aku mendapat kejutan berupa kado “pulsa”. Setelah ku telusuri ternyata kado pulsa itu dipersembahkan oleh sahabat karibku, Novi. Novi baik sekali. Aku belum check nomor rekening (takutnya dia transfer uang juga ke rekeningku, wkwkwkwk).

Kemudian memasuki tanggal lahirku (setelah jarum jam melewati angka 12), selalu setia “Ani” sebagai orang yang selama ini tak pernah lupa dengan hari lahirku dan sebagai orang yang selalu pertama mengucapkan selamat pada dini hari. Selanjutnya datang pula do’a dari special samwan Amin Wahyudi, sebuah ketulusan yang menelusup di tengah keterjagaanku. Lalu Rita, pak Yanto, Mba Adah, ibunya Safira. 

Satu lagi teman yang membuatku heran bin gumun. Namanya Umi. A­­­ku telah berpisah dengannya selama 10 tahun, tapi dia tak pernah absten memberi perhatian padaku, rutin mengirim ucapan selamat. Sebelum punya handphone pun dia sempatkan berkirim surat dan kado ulang tahun ke alamat rumah. Kado itu adalah buku panduan jurnalistik. Dia ingin melihatku menjadi jurnalis. Tapi sayang aku kalah pamor sama Najwa Shihab, hahaha.. Terimakasih Umi… Terimakasih juga Wilis, Diyah Nurmanita Syafa’ah, Ismey Nur Anggraeni, Mey Rahmawati, Nisa dan semua-muanya.
Terimakasih, kalian telah membuatku gagal lupa…

Tapi kegagalan inilah yang akhrinya jua membuatku bersyukur. Bersyukur kepada Sang Pemberi hidup. Mudah-mudahan berkah umur kita semua, aamiin…





 












Sudut Kota, 21 April 2015





Tidak ada komentar:

Posting Komentar