Jumat, 10 April 2015

Manusia Dewasa dan Kepura-puraan


Sore ini. Ada perasaan takjub dan kegembiraan yang menyeruak: menyaksikan pertandingan futsal anak-anak SD. Keriangan dan semangat mereka keluar dengan sangat natural. Mempesona.


Di babak pertama pertandingan, seorang anak yang berebut bola jatuh terpelanting dengan posisi kepala terbentur lantai. Saya sempat berdebar saat menyaksikan adegan ini. "Anak ini pasti akan menangis dan mogok main", fikirku buru-buru menerka. Tapi kenyataan berkesebalikan dengan fikiran saya. Justru anak tersebut langsung bangkit lagi, ekspresinya biasa, tanpa menunjukan rasa sakit sedikit pun.

Inilah yang membedakan anak-anak dan orang dewasa dalam pandangan saya. Anak-anak selalu apa adanya. Kalau ingin menangis maka menangislah. Kalau merasa sakit maka menunjukan sakit. Kalau tidak sakit juga menunjukan tidak sakit. Nah lo? Sedangkan orang dewasa penuh kepura-puraan. Suka bersandiwara. Sakit bilangnya tidak sakit. Tidak sakit ngakunya sakit.

Terlalu Banyak Drama...

Jika kita mau jujur, maka sesungguhnya memori kita telah merekam begitu banyak drama. Drama yang dimainkan orang-orang dewasa. Misal pemain bola dewasa seringkali melakukan diving (pura-pura jatuh), pura-pura sakit, dan kepura-puraan lain. Lebih kompleks lagi dalam cakupan yang lebih luas, manusia-manusia dewasa  makin gemar berpura-pura; pura-pura gila untuk menghindar dari hukum, pura-pura miskin agar mendapat bantuan, pura-pura kaya agar diperhitungkan, pura-pura baik agar dipilih jadi penguasa, pura-pura pintar agar terlihat eksis, pura-pura bodoh agar tidak disalahkan.

Yuk putar lagunya Nicky Astria, "Dunia ini panggung sandiwara... ceritanya mudah berubah...........la..la...la...laaaa...".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar