Humas UHAMKA doc. |
Waktu masih kuliah, aku penasaran banget dengan keprotokoleran (maklum
bukan mahasiswa FISIP). Kenapa sih setiap Badan eksekutif Mahasiswa (BEM) atau
institusi kampus mau ngadain acara yang mengundang instansi pemerintahan pusat
selalu ada ritual-ritual khusus untuk menjamu mereka. Bahkan terkadang perlu
menyiapkan “sajen” yang menjadi prasyarat bagi kedatangan pejabat. Semua yang
BEM atau kampus lakukan itu selalu berdasar pada “Sesuai dengan permintaan
protokoler pejabat anu...”. Wow... sungguh sakti titah protokol ini. Tidak
boleh tidak, kalau acara Anda mau didatangi pejabat penting, Anda harus
mengikuti petunjuk tim protokol. Harus!
Sebegitunya kah?
Ya memang begitu. Akhir Februari ini, tepatnya hari Jum’at tanggal 27, rasa penasaranku sedikit
terjawab. Aku mengikuti workshop Protokoler yang diisi oleh beberapa praktisi
yang tentunya bergerak langsung di bidang keprotokoleran.
Pembicara pertama adalah Neni Herlina. Dia seorang Humas Ditjen Dikti
sekaligus tim protokoler kenegaraan. Sering liat kan acara-acara kenegaraan di
tipi? Pastinya rapi, disiplin dan efisien. Kok bisa ya? Ya bisa lah, acara-acara
resmi yang diselenggarakan negara tentu saja disiapkan jauh-jauh hari, memiliki
tim protokoler yang lengkap, rapat koordinasi berkali-kali, bahkan gladi resik
menjadi rangkaian wajib sebelum acara yang sesungguhnya berlangsung.
Jadi protokol itu apa?
Sederhananya protokol itu ya tata cara penyelenggaraan sebuah acara agar
acara berjalan lancar, sukses. Untuk suksesnya sebuah acara maka kita butuh
alat. Alat itu ya protokol, sebuah sistem yang bermain untuk berputarnya acara
dengan baik dan sempurna.
Pembicara yang lain, Dr. Sri Mustika, M.Si. memberikan penjelasan lebih
simpel tentang protokol. “Protokol bisa diartikan sebagai etika dalam acara”.
Etika ini juga terkait dengan kebiasaan atau budaya setempat. Dosen FISIP
UHAMKA tersebut lebih menekankan bagaimana tim protokol mampu menjamu tamu
dengan baik. Karena setiap acara pasti dihadiri tamu-tamu yang perlu dilayani.
Maka tugas protokoler adalah memuaskan tamu yang hadir. Jika tamu puas, merasa
disambut dan dilayani dengan baik, itu indikasi bahwa sebuah acara sukses.
Jika mengacu pada konsepsi yang dibuat Dr. Sri Mustika diatas, maka
menurutku protokoler sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW. Beliau orang yang
selalu menjamu tamu dengan sebaik-baiknya. Yang selalu meninggalkan kesan tak
terlupakan bagi setiap orang yang menemuinya. Bahkan apakah mungkin kaum
Muhajirin dapat merasa tersambut sekaligus “kerasan” ketika tiba di Madinah
tanpa penyambutan yang luar biasa dari kaum Anshor. Pasti ada tim protokol di
kaum Anshor meskipun tidak pernah diungkapkan secara langsung dalam teks-teks
sejarah.
Protokoler yang baik, menurut Neni Herlina harus memiliki syarat-syarat
sebagai berikut;
1.
Mempunyai
ilmu
Ilmu atau teori adalah landasan orang untuk
bergerak. Maka ilmu perlu dikuasai sebelum orang melaksanakan tugas
keprotokoleran. Tapi ilmu tidak melulu harus di dapat melalui pendidikan
formal. Kita bisa belajar dari protokoler langsung, melihat suatu acara atau
membaca dari buku.
2.
Mempunyai mental yang kuat
Seorang protokoler akan bertemu dan melayani tamu-tamu
penting. Apalagi untuk sebuah acara resmi, protokoler dituntut untuk sempurna.
Jika tidak punya mental yang kuat, bisa stres lah seorang protokoler. Karena
dia akan menghadapi manusia dengan berbagai karakter dan permintaan.
3.
Terampil dalam menyikapi persoalan-persoalan di lapangan.
Terkadang, banyak hal terjadi diluar skenario.
Kendala-kendala teknis atau miskomunikasi sangat mungkin terjadi. Maka, seorang
protokoler harus siap menyikapi persoalan yang muncul.
4.
Mampu mengambil keputusan
Kalau ada masalah yang dapat menghambat acara,
seorang protokoler harus mengambil keputusan secara cepat dan tepat.
5.
Peka terhadap kondisi
Meskipun seorang protokoler sudah menjalankan
tugas sesuai prosedur, tapi bisa saja muncul kondisi yang berbeda atau luput
dari perencanaan. Maka seorang protokoler harus peka. Misalnya ketika dalam
suatu acara terlihat ada tamu yang kipas-kipas, seorang protokoler harus mampu
menangkap pesannya. Mungkin tamu merasakan gerah, AC kurang dingin atau ruangan
terlalu pengap.
6.
Bersikap ramah
Protoler judes? No way! Tentu saja tamu-tamu akan
merasa ilfil dan tidak nyaman. Jadi jangan judes-judes ya....
7.
Tegas dan disiplin
Bisa ancur dong acara kalau protokolernya gak
disiplin. Ketegasan itu sebenarnya terintegrasi dalam kedisiplinan. Contoh:
dalam acara kenegeraan yang khidmat, protokoler harus tegas melarang tamu undangan yang datang telat untuk
mengikuti acara. Karena kedatangan tamu yang telat itu bisa merusak kekhidmatan
sebuah acara.
8.
Pandai membawa diri
Mau tak mau, protokoler harus bisa menempatkan
dirinya. Dia tahu sedang berhadapan dengan siapa, harus bersikap seperti apa.
Tidak bisa protokoler itu seenaknya sendiri. Apalagi bersikap arogan.
Wah...banyak juga ya syarat-syaratnya...? Tapi gak
usah berkecil hati, kamu bisa kok.. Coba
aja terlibat di acara-acara yang kecil
dulu. Acara 17-an tingkat RT misalnya. Coba dech, kalau kamu sukses
mengendalikan acara hingga selesai, berarti kamu sudah bisa menjadi
protokoler.. Selamat...selamat ya...he..he..
Kita lanjut di diskusi selanjutnya...
Pembicara ke
tiga ini adalah pewara kondang. Siapa yang gak kenal Ibu Nurlina Rahman
hayoo..? Ini lho pewara yang jam terbangnya udah ribuan. Kurang lebih 20
tahunan berprofesi sebagai pewara. Kini menjadi dosen FISIP UHAMKA dan masih
menjadi pewara di berbagai acara, mulai dari tingkat kelurahan sampai
kenegaraan.
Eh tau kan arti pewara? Gak tau? Aku juga baru tau
kok... Ternyata pewara itu istilah populer yang dulu sering digunakan untuk
menyebut MC. Kalau sekarang kita taunya istilah MC aja ya, padahal banyak lho
istilah-istilah pembawa acara, tergantung dari jenis acaranya. Misal pembawa
acara untuk acara resmi disebut pewara, kalau di pengadilan disebut presenter,
untuk acara hiburan semi resmi disebut MC.
Nurlina Rahman saat membawakan acara (Nurlina doc) |
Bersama Ibu Lina, sapaan akrab dari Nurlina Rahman
ini, workshop keprotokoleran semakin seru. Setiap peserta diberi kesempatan
untuk praktek membacakan sebuah narasi acara (Lumayan kan, sekali-kalinya kita
latian ngomong di depan orang-orang, biasanya sih di depan cermin atau di kamar
mandi...).
Alhamdulillah yah aku sedikit bisa membaca narasi berita. Gerogi
pasti ada, tapi apa iya hanya karena alasan gerogi kita tidak pernah mau belajar.
Bu Lina bilang, “Mau gak sih kita ngasih kesempatan pada diri kita?”, nah lo
nohok banget kan dengar kalimat reflektif dari ibu muda cantik ini.. Ih
pokoknya jadi nambah semangat dech dimotifasi sama bu Lina. Bikin hati jadi
melayang-layang, berasa udah jadi MC di acara penganugrahan tingkat
nasional..ha..ha...
Aku merasa sangat beruntung tergabung dalam
workshop ini. Bukan hanya diberi kesempatan praktek, tapi Bu Lina juga tidak
pelit-pelit membagi tips untuk menjadi MC yang baik, menarik dan menggugah. Beberapa diantaranya tentang pilihan kata,
teknik berbicara, cara mengatasi demam panggung, berpenampilan, sampai ke hal
kecil, cara memegang mic. Asik, seru. Kalau pengen tau lebih detail mungkin
nanti bisa baca buku Bu Lina aja ya... Beliau sedang mencetak buku tentang
keprotokoleran. Aku juga lagi nunggu-nunggu banget buku tersebut (berharap
dibagi satu,hehe..).
Setelah belajar sedikit ilmu keprotokoleran tadi,
tentu saja kita tak boleh lekas berpuas diri. Intinya, kata Bu Lina lagi, “Jangan
menyepelekan acara sekecil apa pun. Semua acara, baik di tingkat RT maupun
nasional, harus dipersiapkan, dan profesional.” Wah...ini nih yang kadang luput
dari diri kita (merasa sudah tinggi jam terbangnya kemudian menyepelekan acara
kecil). Maka dari itu sebaiknya kita terus mengasah potensi kita dan menghargai
setiap kepercayaan yang diberikan.
Baiklah pemirsa, demikian tadi informasi yang dapat kami sajikan untuk Anda. Saya Dwi
setyowati pamit undur diri. Selamat berakhir pekan. Jayalah Indonesia! (Gaya
pembaca berita).
Jakarta, di akhir pekan, 28 Februari (bulan yang
paling pendek) 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar